Selasa, 01 April 2008

Film Ayat-ayat Cinta - sebuah bahan renungan

Mungkin karena fenomena best seller nya Novel Ayat-ayat Cinta yang menyebabkan banyak orang ingin cari tahu tentangnya yang akan dibuat menjadi film beberapa hari lagi. Dan ketika mereka searching di google atau lainnya, menggunakan keyword Ayat-ayat Cinta lalu tersangkut di blog ini. Karena memang ternyata, banyak sekali tanggapan orang-orang yang menunggu kehadiran film tersebut. Hal itu bisa di lihat di blog pribadinya si pembuat film tersebut. Juga di blog peminat, dan lainnya.

Walhamdulillah, jika memang begitu keadaannya semoga mereka mengurungkan niatnya dan mengganti dengan aktivitas yang bermanfaat setelah membacanya.

Oleh karena arus terbanyak itulah, tulisan kedua yang membahas tentang Ayat-ayat Cinta ini dibuat. Semoga niat ini dapat menghancurkan angan-angan Hanung Bramantyo, si Peminat omong-kosong tentang Ayat-ayat Allah. Meskipun disadari ini hanyalah sebagian kecil usaha dari banyak lagi blog-blog lainnya, seperti di blog ini, yang menyoroti Ayat-ayat Setan tersebut.

Namun, tulisan ini bukan bermaksud mengajak para pembaca untuk mengalihkan minatnya setelah membaca artikel sebelumnya, dari menonton film Ayat-ayat Cinta ke film porno, setelah membaca artikel ini.

Seluruh film yang memperlihatkan tubuh manusia adalah haram. Allah -subhanahu wa Ta’ala- berfirman,

“Katakanlah kepada wanita-wanita mukminah, “Hendaklah mereka menundukkan pandangan mata mereka dan menjaga kemaluan mereka serta jangan menampakkan perhiasan mereka kecuali apa yang biasa tampak darinya. Hendaklah pula mereka menutupkan kerudung mereka di atas leher-leher mereka dan jangan mereka tampakkan perhiasan mereka kecuali di hadapan suami-suami mereka, atau ayah-ayah mereka, atau ayah-ayah suami mereka (ayah mertua), atau di hadapan putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau di hadapan saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka (keponakan laki-laki), atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau di hadapan wanita-wanita mereka, atau budak yang mereka miliki, atau laki-laki yang tidak punya syahwat terhadap wanita, atau anak laki-laki yang masih kecil yang belum mengerti aurat wanita. Dan jangan pula mereka menghentakkan kaki-kaki mereka ketika berjalan di hadapan laki-laki yang bukan mahram agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan dan hendaklah kalian semua bertaubat kepada Allah, wahai kaum mukminin, semoga kalian beruntung.” (An-Nuur: 30-31).

Oleh karenanya, melihat sebagian aurat saja haram, apalagi melihat seluruh aurat seperti di film-film porno.

Teringat akan pesan Al-Imam Sufyan Ats Tsauri -rohimahullohu-, “Sesungguhnya kebid’ahan amat sangat disenangi oleh iblis daripada perbuatan maksiat. Karena (orang yang melakukan) perbuatan bid’ah tidak akan (kecil kemungkinan) bertaubat darinya. Sedangkan kemaksiatan akan (memungkinkan pelakunya) bertaubat darinya.”

Di samping itu juga, sesuatu hal yang jelas-jelas maksiat, seperti film porno, kita akan dengan tegas mengatakan bahwa itu adalah kemaksiatan. Dan berusaha sebisa mungkin untuk menjauhinya. Kecuali yang di hatinya sudah rusak. Dan ketika orang terjerumus di dalamnya, besar kemungkinan dia akan menyesali telah melakukan hal tersebut, lalu ia bertaubat dan Allah menerima taubatnya.

Namun, bayangkan jika sesuatu hal yang sebenarnya buruk, dan setan membungkusnya dengan kata-kata indah. Sehingga tersamarlah keburukan itu dengan sebuah keindahan. Yang jika kita melakukannya, maka kita tidak akan menyesalinya. Bahkan cenderung merasa telah melakukan sebuah ibadah, atau minimal berbuat baik. Kecil sekali kita menyesali perbuatan tersebut.

Coba diperhatikan kembali, jika yang dimaksud film tersebut adalah bagus dari segi efeknya. Artinya, mungkin yang kafir jadi Islam. Yang bejat jadi baik. Dan yang pacaran langsung menikah. Hal-hal seperti itukan yang dimaksud efek positif darinya?. Sehingga, kita mendukungnya sambil mengetik kata Takbir dan do’a-do’a yang mengharapkan agar film tersebut dapat tampil tanpa halangan. Karena, kita menganggapnya sebagai film dakwah.

Dengan dalih, mereka -para penikmat tempat hiburan- itukan saudara kita! Apakah orang-orang yang sering ke bioskop tidak boleh didakwahi?! Apakah orang-orang yang berada di tempat-tempat maksiat tidak boleh didakwahi?!. Begitu kira-kira kata mereka yang menganggap film tersebut sebagai film dakwah.

Semua yang disebutkan di atas adalah “tujuan yang diharapkan” yang “mungkin” saja berdampak begitu. Kalaupun, akan berdampak seperti yang dikatakan, efek yang didapatkan akan tidak sempurna. Artinya, ya, mungkin saja mereka menjadi Islam, namun Islam yang nantinya masih suka ke bioskop, masih suka memakai celana ketat meskipun sudah berkerudung, masih suka datang ke tempat-tempat yang bercampur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahromnya, dan lainnya. Hal inilah yang dikatakan efek terbaik yang didapat darinya. Namun perlu diingat, meskipun cuma hal-hal seperti itu yang dikatakan positif, itu masih “AKAN”. NANTI TERJADINYA, setelah mengantri di depan loket berdesak-desakkan antara laki-laki dan perempuan, setelah duduk di bangku bioskop setelah beberapa jam, setelah mendengar beberapa lagu pengiring, lebih berbahaya lagi dinyanyikan oleh perempuan, setelah melihat seorang kafir memegang mushaf Al Qur’an dan kalian tidak membenci atau mengingkarinya.Yang dalam beberapa jam tersebut, kita “pasti” mendapatkan keburukan-keburukan atau maksiat-maksiat lainnya. Padahal katanya, “Kita bisa terhindar atau merubah hidup dari yang senang dengan kemaksiatan menuju hidup yang senang dengan agama setelah menonton film tersebut”.

Sungguh, niat yang baik tidak bisa merubah yang haram menjadi halal!!!!

Tidak boleh seorang sholat dengan pakaian hasil curian!!

Tidak boleh seorang sholat dengan pakaian penuh najis!!

Tidak ada kebaikan diperoleh dengan cara yang penuh kebatilan!!

Padahal Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik-baik!

Tidak ada komentar: