Selasa, 01 April 2008

Ayat Ayat Cinta > next Ketika Cinta Bertasbih

Ketika Cinta Bertasbih mungkinkah sesukses AAC

Sukses film AYAT – AYAT CINTA hasil dari adaptasi novel berjudul sama karya Habiburrahman El Shirazy terasa fenomenal. Lebih dari tiga juta pasangan mata penonton rela menyisihkan waktu menyaksikan film garapan sutradara muda berbakat Hanung Bramantyo tersebut. Menyusul itu semua, kembali novel dwilogi best seller karya Habiburrahman El Shirazy berjudul KETIKA CINTA BERTASBIH dibakukan dalam sebuah karya film oleh Sinemart Pictures. Kali ini sutradara kawakan Chaerul Umam dipercaya untuk menginterpretasikan novel yang telah terjual 350.000 copy dalam waktu kurang dari 2 tahun itu Bandingkan dengan AYAT-AYAT CINTA yang mencapai angka 400.000 copy selama 3 tahun.

Dalam sebuah acara press conference di Hotel Sultan, Selasa (25/3) malam, sang novelis Habiburrahman El Shirazy mengatakan pesan cinta yang terkandung dalam karya novelnya kali ini adalah cinta yang membawa pahala dan diridhoi Allah. "Sebuah bentuk cinta yang membawa manfaat atau kebaikan, cinta lawan jenis dalam koridor keagamaan," urainya. Bedanya, kalau AYAT – AYAT CINTA mengintip Indonesia dari Kairo, sebaliknya KETIKA CINTA BERTASBIH mengintip Kairo dari Indonesia.

Novelis berdarah arab yang biasa disapa Kang Abik ini tidak merasa terkesan terburu-buru saat kesuksesan AYAT–AYAT CINTA belumlah pudar novelnya sudah difilmkan kembali. Menurutnya semua ini atas permintaan penonton juga. Di samping itu penandatangan kontrak dengan Sinemart jauh sebelum lauching film AYAT–AYAT CINTA.

"Saya bersyukur film AYAT – AYAT CINTA sangat fenomenal dan ini bisa diikuti dan dihayati anak muda menuju kebaikan. Semua ini merupakan bentuk anugerah Allah untuk menguji saya. Apakah saya tenggelam dalam kufur nikmat atau saya bersyukur pada Allah. Soal puas atau tidak dengan hasil lalu, saya sendiri tidak pernah puas dengan karya novel saya, selalu ingin menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Selama karya saya turut andil dalam negara ini silahkan saja," ujarnya.

Untuk penentuan karakter penting dalam film ini Sinemart akan melakukan audisi secara terbuka. Karena karakter haruslah bisa mendekati keinginan pembaca. Syarat lainnya pemain diharuskan menguasai novel itu sendiri, bermoral bersih dan bisa mengaji. Untuk itu Sinemart akan hunting sampai ke Kairo, agar setting film bisa mendekati karakter novelnya. Untuk ini semua Kang Abik akan dilibatkan untuk penentuan pemain dan penulisan skenario.

Sementara bagi Chaerul Umam tawaran mensutradari film tersebut bak pucuk dicinta ulam tiba. "Sebelum ada tawaran ini, saya sudah membaca novelnya dan berkhayal untuk bisa difilmkan karena konfliknya dalam dan halus. Pucuk dicinta ulam tiba," ujar sutradara terbaik Piala Citra tahun 1992.

Film ini juga menandai kembalinya dia ke dunia film setelah sempat vakum selama kurang lebih sebelas tahun setelah KEJARLAH DAKU KAU KUTANGKAP (1986), TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH (1982), NADA DAN DAKWAH (1992) dan FATAHILLAH (1997). "Dalam sebuah karya tidak ada istilah tua dan muda (dibandingkan Hanung Bramatyo), selalu muda. Dan saya optimis karena tema Islam sedang diminati dan sudah lama saya tidak mendapatkan kesempatan seperti ini. Secara pribadi saya optimis, tinggal tunggu takdir," katanya mantap.

Tidak ada komentar: